Kajian Pengembangan Jalur Keterampilan Digital Untuk UMKM

UMKM memainkan peran penting dalam memperkuat perekonomian global dan Indonesia, terbukti dari kontribusi mereka yang besar terhadap PDB dan kemampuan mereka untuk menciptakan lapangan kerja. Menurut Bank Dunia (2022), UMKM menyumbang lebih dari 50% dari seluruh pekerjaan di seluruh dunia dan sekitar 90% dari seluruh perusahaan. Di negara-negara berkembang, UMKM formal dapat menyumbang hingga 40% dari PDB (PBB, 2022). Di Indonesia, UMKM memiliki pangsa pasar yang lebih signifikan, yaitu 61% dari PDB dengan nilai total Rp8.574 triliun (Kamsidah, 2022).
Terlepas dari peran vital mereka bagi perekonomian Indonesia dan global, UMKM adalah salah satu sektor yang paling terpukul oleh gangguan pasar dan rantai pasokan selama COVID-19. Secara global, 70-80% UMKM mengalami penurunan pendapatan dan penjualan (OECD, 2021). Kerugian penjualan ini antara lain disebabkan oleh adanya perubahan di sisi penawaran dan permintaan selama pandemi COVID-19.

Pandemi COVID-19 telah menjadi titik balik dalam transformasi digital UMKM, dengan sejumlah besar UMKM mengubah operasi bisnis mereka dari tradisional ke digital. Beberapa lembaga melaporkan keberhasilan UMKM dalam mengintegrasikan teknologi digital di dalam proses bisnisnya. Survei yang dilakukan oleh Visa (2020) di 8 negara menggambarkan bawah hampir 50% UMKM berpendapat setidaknya sepertiga dari proses bisnis mereka akan terintegrasi dengan teknologi digital pada tahun 2021, dan 93% UMKM menyatakan bahwa pandemi COVID-19 telah membuat mereka lebih bergantung pada teknologi untuk menjalankan bisnis sehari-hari.

Indonesia telah memiliki infrastruktur digital dasar yang memadai untuk mendukung perkembangan digitalisasi UMKM. Meskipun demikian, pemanfaatan teknologi oleh pelaku UMKM masih cukup rendah. Menurut Datareportal (2023) 77% dari populasi Indonesia sudah menggunakan internet, dan 60% di antaranya adalah pengguna media sosial aktif. UKM Center FEB UI (2020) menemukan bahwa jejaring sosial dan aplikasi pesan instan masih mendominasi penggunaan internet oleh pelaku UMKM, sementara penggunaan teknologi untuk transaksi e-commerce  dan penjualan produk masih relatif rendah. Selain itu, OJK (2022) mengamati bahwa literasi digital dan inklusi keuangan digital pelaku UMKM masih cukup rendah.

Melalui RPJMN 2020-2024 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (UU Cipta Kerja), pemerintah Indonesia mereformasi berbagai regulasi untuk mendukung pengembangan digitalisasi UMKM. Beberapa kementerian menerapkan kebijakan ini dengan mengembangkan program pelatihan untuk memberikan literasi bagi UMKM. Kominfo, contohnya, memiliki program khusus bernama Digital Entrepreneurship Academy (DEA/Akademi Pelatihan Kewirausahaan) yang menyasar UMKM dan pengusaha. KemenkopUKM dengan program Kampus UKM yang menyediakan pendampingan pelatihan pengembangan UKM termasuk digitalisasi dan ekspor. KemenBUMN juga mempunyai program serupa yaitu Rumah BUMN, yang bertujuan memberikan berbagai pelatihan ke UMKM termasuk materi digital.

Kerja sama antara pemerintah dan swasta pun juga telah dilakukan demi mendukung agenda digitalisasi UMKM. Kemenparekraf bersama salah satu technology provider lokal menawarkan pelatihan bagi pelaku usaha UMKM di bidang jasa yang ingin mengintegrasikan bisnisnya ke platform digital (Dewanto, 2023). Pemda DKI Jakarta melalui Jakpreneur bekerja sama dengan berbagai technology provider dalam melaksanakan pelatihan digital dengan topik pelatihan mencakup on-boarding, pemasaran, laporan keuangan hingga sertifikasi produk..

Meski dukungan dari pihak pemerintah maupun non-pemerintah yang cukup besar, pelatihan peningkatan kapasitas literasi digital bagi UMKM belum dapat dikatakan efektif dan efisien. Masih banyak topik pelatihan serupa atau merupakan duplikasi satu sama lain pada materi yang diberikan oleh beberapa penyedia pelatihan. Selain itu, pelaksanaan program pelatihan yang tidak sinkron/tidak terkoordinasi antar lembaga juga masih dapat diamati yang pada akhirnya dapat mengurangi keefektivitasan pelatihan digital yang diberikan.

Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelatihan digital UMKM, studi penawaran dan permintaan dalam peningkatan kapasitas keterampilan digital sangat penting untuk dilakukan. Menyadari kebutuhan ini, dengan dukungan GIZ, Bappenas, dan Kominfo kami melakukan studi penelitian dengan metode campuran yang komprehensif. Penelitian ini terdiri dari diskusi para pemangku kepentingan di antara penyedia pelatihan teknologi digital dan survei daring untuk mengumpulkan data tentang pelatihan yang diikuti oleh pelaku UMKM. Data dan informasi yang terkumpul dari kegiatan-kegiatan ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan dan membuat jalur keterampilan digital, dengan menggunakan framework 3Go yang dikembangkan oleh para peneliti. Pendekatan ini memungkinkan pemetaan kebutuhan keterampilan digital secara sistematis dan memastikan bahwa pemerintah dapat merancang strategi pelatihan digital UMKM yang lebih tepat sasaran dan efektif.

Melalui kegiatan MSD, tim peneliti melakukan serangkaian diskusi untuk menggali penyediaan pelatihan digitalisasi yang melibatkan 28 lembaga/institusi yang berlokasi di area JABODETABEK. Berdasarkan hasil diskusi, penyediaan pelatihan yang diberikan oleh responden MSD meningkat setiap tahunnya. Tercatat terdapat 61 pelatihan digitalisasi UMKM pada tahun 2020 dan jumlah ini meningkat 30% di tahun 2022 dengan total 79 pelatihan yang lebih didominasi oleh peningkatan jumlah pelatihan pemerintah. Selanjutnya, terdapat perbedaan target peserta pelatihan antar lembaga penyedia pelatihan. Lembaga penyedia pelatihan yang berasal dari pemerintah lebih banyak menargetkan peserta pelatihan untuk pelaku usaha mikro dan kecil. Sedangkan, penyedia pelatihan non pemerintah lebih banyak mengarahkan pelatihannya kepada UMKM kecil dan menengah.

Data dari kegiatan MSD menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pola pemberian pelatihan berdasarkan jenis UMKM. Secara keseluruhan, 41% lembaga yang menjadi responden memberikan pelatihan dalam kategori Go Modern dan Go Digital, sementara hanya 34% yang menyelenggarakan pelatihan Go Online. Namun, jika dilihat dari tingkat UMKM (mikro, kecil, dan menengah), terdapat distribusi jenis pelatihan yang tidak merata antara penyedia pelatihan pemerintah dan non-pemerintah. Lebih dari 20% lembaga menyatakan bahwa mereka menawarkan pelatihan Go Modern dan Go Digital untuk semua tingkat UMKM. Namun, hanya 14% lembaga dalam sampel yang menyediakan pelatihan Go Online. Hal ini menunjukkan bahwa pola penyediaan pelatihan masih belum terdiversifikasi sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing kategori UMKM.

Untuk memetakan permintaan pelatihan digital di kalangan UMKM sebuah survei dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2023. Survei ini melibatkan 425 peserta, dengan 63% di antaranya adalah perempuan. Sektor Makanan & Minuman dan Kerajinan tangan mewakili porsi terbesar, yaitu 69% dari total sampel. Responden tersebar merata di 21 dari 34 provinsi, dengan mayoritas berada di Pulau Jawa (53%). Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah responden terbanyak (94), diikuti oleh Yogyakarta dengan 83 responden. Secara umum, para responden menunjukkan kemampuan literasi digital dasar yang memadai, dengan indeks keterampilan digital sebesar 4,7 dari skor maksimum 7.

Pelaku UMKM dalam survei ini menunjukkan minat yang tinggi terhadap pelatihan bertema Go Digital, seperti pemasaran media sosial dan penggunaan marketplace. Permintaan akan pelatihan digital konsisten di berbagai skala ekonomi. Namun, hanya 30% UMKM yang berpartisipasi dalam semua tahap pelatihan berdasarkan framework 3Go, yang mengindikasikan adanya kebutuhan untuk meningkatkan keberlanjutan pelatihan. Para peserta menganggap pelatihan yang mereka terima sangat berharga, dengan pelaku usaha mikro mendapat manfaat dari materi Go Modern dan pelaku usaha kecil/menengah menganggap tema Go Digital dan Go Online bermanfaat. Pelaku UMKM melaporkan bahwa pelatihan digital berdampak positif pada perluasan pemasaran dan peningkatan keuntungan bisnis mereka.

Hasil analisis perbandingan antara penawaran dan permintaan pelatihan digital menunjukkan bahwa adanya ketimpangan diantara keduanya. Secara lebih spesifik, kami menemukan adanya kelebihan penawaran pelatihan digital bertema Go Modern, khususnya pelatihan mengenai digital mindset. Selanjutnya, penyediaan pelatihan bertema Go Digital, khususnya pelatihan mengenai pemasaran, masih belum cukup memenuhi kebutuhan pelaku UMKM yang mengindikasikan adanya kekurangan penyediaan pelatihan tema ini. Sedangkan pada topik pelatihan yang lebih advance, Go Online, mayoritas pelatihan memiliki tingkat ketersediaan yang lebih tinggi (oversupply) dibandingkan  dengan kebutuhan yang dimiliki oleh UMKM.

Berdasarkan beberapa temuan yang telah disampaikan, rekomendasi kami adalah:

  • Pemerintah perlu mengembangkan peta ketersediaan dan permintaan pelatihan digital bagi UMKM dari berbagai segmen usaha. Penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi pelatihan pada setiap segmen usaha masih cenderung homogen. Pada kondisi sebaliknya, permintaan terhadap pelatihan justru menunjukkan adanya heterogenitas.
  • Jumlah pelatihan pada topik Go Digital perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan dari pelaku UMKM berskala mikro dan kecil. Meskipun begitu, lembaga penyedia pelatihan juga harus memastikan bahwa pelatihan pada bertema Go Modern tetap disediakan karena masih dibutuhkan pelaku usaha untuk dapat mengikuti pelatihan topik Go Digital dengan baik.
  • Perlu ada pembagian secara tegas antar lembaga penyedia pelatihan terkait jenis dan topik pelatihan digital yang ditawarkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pelatihan digital pelaku UMKM dengan tepat.
  • Pemerintah harus memprioritaskan pemberian pelatihan umum dengan materi digitalisasi dasar (Go Modern) untuk memastikan bahwa UMKM memiliki fondasi yang kuat dalam keterampilan digital dasar. Pendekatan ini memungkinkan pemerintah untuk menetapkan standar dan memastikan bahwa UMKM siap untuk mendapatkan kesempatan pelatihan yang lebih maju di masa depan. Dengan berfokus pada pembentukan basis keterampilan digital yang kuat, pemerintah dapat mendukung transformasi digital UMKM secara efektif.
  • Lembaga pelatihan non-pemerintah, universitas, dan penyedia teknologi dapat memainkan peran penting dalam menawarkan pelatihan mengenai topik-topik tingkat lanjut seperti Go Digital dan Go Online. Topik-topik ini, yang mencakup bidang-bidang seperti penggunaan sistem ERP, ditandai dengan perkembangan yang cepat, yang mengharuskan penyedia pelatihan untuk beradaptasi. Lembaga-lembaga ini dilengkapi dengan sumber daya yang memadai untuk memberikan pelatihan mengenai topik-topik tingkat lanjut ini, memastikan bahwa materi teknologi digital tetap relevan dan mengikuti perkembangan terbaru. Dengan berfokus pada pelatihan tingkat lanjut, para penyedia jasa pelatihan ini dapat memenuhi kebutuhan UMKM yang terus berkembang dan membantu mereka untuk tetap menjadi yang terdepan dalam inovasi digital.
  • Spesialisasi dalam topik pelatihan yang ditawarkan oleh masing-masing pihak sangat penting, dan koordinasi antar lembaga diperlukan untuk menetapkan peran dan tanggung jawab yang jelas. BAPPENAS dapat memimpin dalam memulai diskusi di antara lembaga-lembaga terkait untuk memastikan tidak ada tumpang tindih dalam memberikan pelatihan teknologi digital. Koordinasi ini akan membantu mengoptimalkan sumber daya dan merampingkan upaya, memastikan bahwa setiap lembaga fokus pada keahlian khusus mereka dan menghindari duplikasi inisiatif pelatihan. Dengan memperjelas pembagian tanggung jawab, kolaborasi yang efektif dapat terbangun, sehingga menghasilkan ekosistem pelatihan digital yang lebih efisien dan komprehensif.
  • Pemerintah, terutama BAPPENAS dan Kominfo, perlu memastikan ketersediaan pelatihan digital dapat tersosialisasikan dengan baik kepada semua pelaku UMKM. Dengan adanya pintu informasi yang terpusat dan terkoordinir, diharapkan semua pelaku UMKM dapat mendapatkan kesempatantujuan yang sama dalam mengakses teknologi digital yang dibutuhkan.

Untuk memastikan semua strategi sebelumnya terlaksana dengan baik, perlu adanya sebuah platform yang mampu mewadahi proses koordinasi antar lembaga, monitoring ketersediaan dan kualitas pelatihan digital, penyebarluasan ketersediaan pelatihan ke pelaku semua UMKM, dan proses belajar-mengajar pelatihan yang  dapat direkam lalu diakses oleh pelaku UMKM. Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait dapat berkolaborasi untuk menginisiasi pembuatan platform ini. Strategi platform “one stop service” sejalan dengan semangat pemerintah saat ini yang menghimbau bahwa penggunaan satu data, satu platform dan satu pintu untuk menyampaikan program-programnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.
You need to agree with the terms to proceed

Menu