Executive Summary
Kegiatan ini memaparkan hasil dari social mapping nasabah penerima pembiayaan ultra mikro PT Pegadaian (Persero) untuk mengetahui dan memetakan kondisi sosial nasabah. Secara singkat, kajian ini melewati dua tahapan, tahap pertama yakni melakukan pemetaan sosial (social mapping) nasabah ultra mikro melalui survey yang dilaksanakan di daerah Semarang, Madiun serta Ampenan. Selain pelaksanaan survey, observasi di lapangan juga dilakukan untuk menganalisis lebih mendalam terkait kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Kemudian, tahap kedua dilaksanakan untuk memvalidasi hasil survey melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) sekaligus menyusun rekomendasi pendampingan yang tepat untuk masing-masing daerah.
Social mapping yang dilakukan ini menggunakan indikator yang lebih komprehensif yang disebut Social Quality. Di dalam social quality, pengukuran diturunkan dari dimensi-dimensi yang menyusun konsep social quality itu sendiri yaitu: (1) socio-economic security, (2) social cohesion, (3) social empowerment, dan (4) social inclusion. Masing-masing dimensi diberikan definisi untuk memberikan batasan konsep. Hasil pengukuran dari social quality ini akan menjadi basis bagi pemetaan sosial dari suatu masyarakat. Dari hasil pemetaan ini kemudian dapat dilakukan analisis terkait dengan kebijakan apa yang paling tepat untuk diterapkan.
Banyak kajian menyatakan bahwa untuk meningkatkan standard hidup dari kelompok penerima pinjaman mikro dan atau ultra mikro maka pendampingan adalah hal penting untuk dilakukan. Hasil kajian UMKM Center (2018) menemukan beberapa temuan terkait pendampingan ultra mikro, sebagai berikut: Pendampingan individu dan pendampingan kelompok.
Berdasarkan Hasil Kajian terkait dengan Social Quality, Baik daerah Semarang maupun Madiun terletak pada kuadran social cohesion (SC) dengan mendekati titik origin dibandingkan dengan Ampenan yang terletak pada kuadran socio-economic security (SES) yang mana posisinya terletak lebih jauh dibandingkan kedua daerah lainnya. Dengan Demikian, bisa dikatakan pola pendampingan yang tepat berdasarkan Social Quality adalah Pendampingan yang berbasis “Kedekatan antar Anggota “ yang juga mendukung aktivitas pengembangan perekonomian.
Debitur Penerima Pembiayaan Umi PT Pegadaian (Persero) lebih menyukai pendampingan dilakukan secara berkelompok dengan anggota yang berasal dari daerah yang sama dan dengan bidang usaha yang sejenis. Pendampingan yang diberikan bisa lebih focus disesuaikan dengan bidang usaha yang dijalani.
Dalam PMK 95 Tahun 2018, disebutkan bahwa pendampingan adalah wajib dilakukan bagi penyalur UMi. Oleh karena itu kami menyarankan kepada PT Pegadaian (Persero) agar membentuk Unit Pengembangan Nasabah yang akan fokus dalam rencana pengembangan nasabah yang dimulai dengan menyusun kurikulum. Dalam prakteknya, Unit ini bisa bekerja sama dengan pihak lain, seperti Universitas, LSM dan lembaga lainnya , untuk memberikan pendampingan kepada penerima UMi melalui PT Pegadaian (Persero).
Modul yang dikembangkan terdiri dari modul wajib dan modul pilihan, dimana modul wajib diberikan pada saat penanda tanganan akad. Modul bisa disusun dalam bentuk singkat dan bisa jadi dalam bentuk apllikasi sehingga tidak melebihi SLA atas pencairan dana ke nasabah. Sementara itu untuk modul pilihan lebih ditekankan pada modul yang sesuai dengan bisnis setiap debitur, misalnya saja modul untuk penanganan produk dan pengemasan produk yang sesuai dengan jenis produk.
Kerjasama dengan pihak internal dan eksternal juga sangat diperlukan untuk optimalisasi pelaksanaan program ini. Divisi yang berfungsi mengembangkan nasabah bisa bekerjasama dengan unit PKBL atau dengan pihak luar lainnya seperti Universitas, Lembaga Pelatihan, Kementrian dalam hal penyusunan kurikulum dan pelaksanaan serta penyampaian program pendampingan. Monitor dan Evaluasi atas program pendampingan perlu dilakukan untuk menilai efektivitas dari pelaksanaan program pendampingan, oleh karena itu Unit pengelola nasabah juga perlu membuat mekanisme monitoring dan evaluasi yang efektif.